Identifikasi Jenis Limbah

Berdasarkan wujudnya, limbah dari rumah sakit dapat dibagi menjadi limbah padat, cair, dan gas. Berdasarkan karakteristiknya, dapat dikategorikan lagi menjadi limbah non medis dan medis, yang terbagi lagi menjadi berbagai jenis sesuai pembahasan di atas.

Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi dan memisahkan limbah berbagai jenisnya terlebih dahulu. Pasalnya, jenis limbah berbeda akan memerlukan tindak pengolahan yang berbeda pula.

Berdasarkan hasil identifikasi, berbagai jenis limbah tersebut kemudian dipisahkan sesuai dengan jenisnya. Misal, limbah infeksius seperti sampel laboratorium, bekas pampers atau pembalut, limbah patologis, dan lain sebagainya bisa dimasukkan ke dalam kantong plastik kuning.

Sedangkan limbah non infeksius yang tidak terkontaminasi bisa dimasukkan dalam kantong plastik berwarna lain, misalnya hitam. Sedangkan limbah benda tajam bisa dimasukkan ke dalam wadah yang tahan tusukan dan goresan benda tajam.

Selanjutnya, dilakukan pengangkutan limbah menggunakan troli khusus. Troli yang digunakan harus kuat, tertutup, tidak boleh tercecer, dan mudah dibersihkan. Selain itu, petugas wajib menggunakan APD ketika proses mengangkut.

Dampak Lingkungan Kertas Laminasi

Limba kertas laminasi dapat memiliki dampak negatif terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Kertas laminasi yang tidak terurai akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terurai secara alami. Selama periode ini, mereka akan mengisi lahan pembuangan dan mencemari lingkungan sekitarnya. Selain itu, bahan kimia yang digunakan dalam proses laminasi juga dapat mencemari tanah dan air jika sampah kertas laminasi dibuang sembarangan.

Proses Pengelolaan Limbah

Proses pengelolaan limbah dimulai dari identifikasi, pemisahan, labeling, pengangkutan, penyimpanan hingga pembuangan/pemusnahan.1) Identifikasi jenis limbahSecara umum limbah medis dibagi menjadi padat, cair, dan gas. Sedangkan kategori limbah medis padat terdiridari benda tajam, limbah infeksius, limbah patologi, limbah sitotoksik, limbah tabung bertekanan, limbah genotoksik, limbah farmasi, limbah dengan kandungan logam berat, limbah kimia, dan limbah radioaktif.2) Pemisahan LimbahPemisahan limbah dimulai pada awal limbah dihasilkan dengan memisahkan limbah sesuai dengan jenisnya. Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya, antara lain :

3). PengangkutanPengangkutan limbah harus menggunakan troli khusus yang kuat, tertutup dan mudah dibersihkan, tidak boleh tercecer, petugas menggunakan APD ketika mengangkut limbah. Lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien, bila tidak memungkinkan atur waktu pengangkutan limbah.4). Tempat Penampungan Limbah Sementara

5). Pengolahan Limbah

6). Penanganan Limbah Benda Tajam/ Pecahan Kaca

7). Pembuangan Benda Tajam

Limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya); seperti misalnya : Limbah Cair Bahan Kimia Radiologi, Oli Bekas, Limbah Lampu TL, Sludge IPAL, Bateria, Cartridge, Limbah Farmasi Kadaluarasa, Kemasan Terkontaminasi, Tabung Freon, dll; maka dilakukan sbb :

PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS RUMAH SAKIT

Admin rsud | 28 September 2017 | 121341 kali

Dalam upaya menigkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya di kota-kota besar semakin meningkat pendirian rumah sakit (RS). Sebagai akibat kualitas efluen limbah rumah sakit tidak memenuhi syarat. Limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar rumah sakit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam limbah rumah sakit dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk demam typoid, kholera, disentri dan hepatitis sehingga limbah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan (BAPEDAL, 1999).

SAMPAH dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :

-         Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.

-         Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi. Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat- obatan.

-         Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.

-         Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida.

(Arifin. M, 2008 ; (online).

Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor / administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, pH, mikrobiologik, dan lain-lain. (Arifin. M, 2008 ; (online).

Pelayanan kesehatan dikembangkan dengan terus mendorong peranserta aktif masyarakat termasuk dunia usaha. Usaha perbaikan kesehatan masyarakat terus dikembangkan antara lain melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Perlindungan terhadap bahaya pencemaran dari manapun juga perlu diberikan perhatian khusus. Sehubungan dengan hal tersebut, pengelolaan limbah rumah sakit yang merupakan bagian dari penyehatan lingkungan dirumah sakit juga mempunyai tujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit infeksi nosoknominal dilingkungan rumah sakit, perlu diupayakan bersama oleh unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit. Unsur-unsur tersebut meliputi antara lain sebagai berikut :

-         Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit

-         Penanggung jasa pelayanan rumah sakit

-         Para ahli pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran

-         Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana fasilitas yang diperlukan.

Pengelolaan limbah rumah sakit yang sudah lama diupayakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yng mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan dilingkungan rumah sakit.

Disamping peraturan-peraturan tersebut secara bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan  terus mengupayakan dan menyediakan dan untuk  pembangunan insilasi pengelolaan limbah rumah sakit melalui  anggaran pembangunan maupun dari sumber bantuan dana lainnya. Dengan demikian sampai saat ini sebagai rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limabah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan  permasyarakatan terutama dilingkungan masyarakat rumah sakit. (Depkes RI, 1992).

Dalam profil kesehatan Indonesia, Departement Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh rumah sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 Rumah Sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg pertempat tidur perhari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah (Limbah Padat) berupa limbah domestic sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (Limbah Padat) Rumah Sakit sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi Rumah Sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinan menimbulkan kecelakaan  serta penularan penyakit.

Rumah Sakit menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, beberapa diantaranya membahayakan kesehatan dilingkungannya. Di negara maju, jumlahnya diperkirakan 0,5-0,6 kg per tempat tidur rumah sakit perhari. Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah kedalam kategori untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi antrauma (Injuri)

Limbah Rumah Sakit mengandung bahan beracun berbahaya Rumah Sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan anorganik, tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3). Dari keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar 10 sampai 15 persen diantaranya merupakan limbah infeksius yang mengandung logam berat, antara lain mercuri (Hg). Sebanyak 40 persen lainnya adalah limbah organik yang berasal dari makanan dan sisa makan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi. Selanjutnya, sisanya merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol bekas infus dan plastik. Temuan ini merupakan hasil penelitian Bapedalda Jabar bekerja sama dengan Departemen Kesehatan RI, serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama tahun 1998 sampai tahun 1999. Keterbatasan dan mengakibatkan sampel yang diambil hanya dari dua rumah sakit di Jawa Barat, satu di rumah sakit pemerintah dan satunya lagi di rumah sakit swasta. Secara terpisah, mantan Ketua Wahana Lingkungan (Walhi) Jabar Ikhwan Fauzi mengatakan, volume limbah infeksius dibeberapa rumah sakit bahkan melebihi jumlah yang ditemukan Bapedalda. Limbah infeksius ini lebih banyak ditemukan di beberapa rumah sakit umum, yang pemeliharaan lingkungannya kurang baik (Pristiyanto. D, 2000).

Biasanya orang mengaitkan limbah B3 dengan industri. Siapa yang menyangka ternyata dirumah sakitpun menghasilkan limbah berbahaya dari limbah infeksius. Limbah infeksius berupa alat-alat kedokteran seperti perban, salep, serta suntikan bekas (tidak termasuk tabung infus), darah, dan sebagainya. Dalam penelitian itu, hampir di setiap tempat sampah ditemukan bekas dan sisa makanan (limbah organik), limbah infeksius, dan limbah organik berupa botol bekas infus. (Anonimous, 2009)

Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis.

Kepala Pusat Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia Dr Setyo Sarwanto DEA mengutarakan hal itu kepada Pembaruan, Kamis pekan lalu, di Jakarta. Ia mengatakan, rata-rata pengelolaan limbah medis di rumah sakit belum dilakukan dengan benar. Limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium.

Limbah infeksius misalnya jaringan tubuh yang terinfeksi kuman. Limbah jenis itu seharusnya dibakar, bukan dikubur, apalagi dibuang ke septic tank. Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti itu.

Kenyataannya, banyak tangki pembuangan sebagai tempat pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat. Hal itu akan menyebabkan pencemaran, khususnya pada air tanah yang banyak dipergunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Setyo menyebutkan, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar.

Jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian sebagai berikut ini :

-         Limbah klinik

Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staf Rumah Sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkusyang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urine dan produk darah.

-         Limbah patologi

Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diautoclaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.

-         Limbah bukan klinik

Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan menbuangnya.

-         Limbah dapur

Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan hewan pengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staf maupun pasien di Rumah Sakit.

-         Limbah radioaktif

Walaupun limbah ini tidak  menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangan secara aman perlu diatur dengan baik. Pemberian kode warna yang berbeda untuk masing-masing sangat membantu pengelolaan limbah tersebut

Berikut adalah tabel yang menyajikan contoh sistem kondisifikasi limbah rumah sakit dengan menggunakan warna :

Agar kebijakan kodifikasikan menggunakan warna dapat dilaksanakan dengan baik, tempat limbah diseluruh rumh sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan ditempat sumbernya.

Pengolahan limbah RS Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai cara. Yang diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce) dalam volume, penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang (recycle), dan pengolahan (treatment) (Slamet Riyadi, 2000).

Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut :

-  Limbah harus dipisahkan dari sumbernya

-  Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas

-  Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda yang menunjukkan kemana kantong plastik harus diangkut untuk insinerasi aau dibuang (Koesno Putranto. H, 1995).

Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai gantinya dapat digunkanan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperloleh dengan mudah) kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan ditong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain.

-  Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian. Kemudian diikiat bagian atasnya dan diberik label yang jelas

-  Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga  jika dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-tempat  tertentu untuk dikumpulkan

-  Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan  warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang sesuai

-  Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ketempat pembuangan.

Kantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa kekompaktor, limbah bagian Klinik dibawa keinsenerator. Pengangkutan dengan kendaraan khusus (mungkin ada kerjasama dengan dinas pekerja umum) kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan setiap hari, jika perlu (misalnya bila ada  kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.

Setelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (Land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insenerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.

(Bambang Heruhadi, 2000).

Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri, insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300-1500 ºC atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula mempertoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakit yang berasal dari rumah sakit yang lain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun limbah bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai lagi.

Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming) tersebut meliputi sebagai berikut :

(Setyo Sarwanto, 2003).

Perlu diingat, bahan yang tidak dapat dicerna secara biologi (nonbiodegradable), misalnya kantung plastik tidak perlu ikut ditimbun. Oleh karenanya limbah yang ditimbun dengan kapur ini dibungkus kertas. Limbah-limbah tajam harus ditanam.

Limbah bukan klinik tidak usah ditimbun dengan kapur dan mungkin ditangani oleh DPU atau kontraktor swasta dan dibuang ditempat tersendiri atau tempat pembuangan sampah umum. Limbah klinik, jarum, semprit tidak boleh dibuang pada tempat pembuangan samapah umum.

Semua petugas yang menangani limbah klinik perlu dilatih secara memadai dan mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan jika mengalami inokulasi atau kontaminasi badan. Semua petugas harus menggunakan pakaian pelindung yang memadai, imunisasi terhadap hepatitis B sangat dianjurkan dan catatan mengenai imunisasi tersebut sebaiknya tersimpan dibagian kesehatan kerja (Moersidik. S.S, 1995).

Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya tetapi juga mungkin dampak negatif itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakit yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pasien yang lain maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh kerna itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada dilingkungan rumah sakit dan sekitarnya perlu kebijakan sesuai manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakit sebagai salah satu indikator penting yang perlu diperhatikan.

Rumah sakit sebagai institusi yang sosial ekonominya kerena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat  tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang ditimbulkan.

BAPEDAL. 1999. Peraturan tentang Pengendalian Dampak Lingkungan.

Arifin.M, 2008,  Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan. FKUI

Depkes RI. 2002. Pedoman Umum Hygene Sarana dan Bangunan Umum.

Departemen Kesehatan RI. 1992. Peraturan Proses Pembungkusan Limbah Padat.

Departement Kesehatan RI. 1997. Profil Kesehatan Indonesia.

Anonimous. 2009. Limbah. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sarwanto, Setyo. 2009. Limbah Rumah Sakit Belu Dikelolah Dengan Baik. Jakarta : UI Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995. Pedoman Teknik Analisa Mengenai dampak Lingkungan Rumah Sakit.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Kep. 58/Menlh/12/1995 Tentang Baku Mutu Kegiatan Rumah Sakit.

Kusnoputranto, H. 1993. Kualitas Limbah Rumah Sakit dan Dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan dalam Seminar Rumah Sakit. Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan, Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993. Mikrobiologi Kedokteran

Kusnoputranto, H. 1995. Bahan Toksik di Air dalam Toksikologi Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Prasojo, D. 2008. Produk Kreatif Dari Limbah RS Buat Anak-anak Tetapi Mengandung Maut. KARS-FKMUI.

Slamet Riyadi. 2000. Loka Karya Alternatif Ekologi Pengelolaan Sanitasi dan Sampah. Alkatiri, S. 2009. Efektivitas Hasil Pengelolan Air Limbah Rumah Sakit.  UnAir.

Moersidik, S.S. 1995, Pengelolaan Limbah Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Sakit dalam Sanitasi Rumah Sakit, Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. Depok.

Mentri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Kajian Dampak Lingkungan.

Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang  dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas. Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan adalah tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat, ...//

//... dapat menjadi tempat sumber penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan, juga menghasilkan limbah yang dapat menularkan penyakit. Limbah Rumah Sakit bersifat berbahaya bagi kesehatan lingkungan, dan bagi masyarakat di lingkungan Rumah Sakit dan sekitar. Limbah Rumah Sakit jika tidak dikelola dengan baik dan sesuai aturan dapat mencemari lingkungan. Untuk menghindari risiko tersebut maka diperlukan pengelolaan limbah di rumah sakit.

Potensi Bahaya Limbah Logam

Limbah logam memiliki potensi bahaya jika tidak dikelola dengan baik. Logam berat seperti timbal, merkuri, dan kadmium yang terkandung dalam limbah logam dapat mencemari tanah dan air. Jika tanah atau air tercemar oleh logam berat, hal ini dapat berdampak negatif pada ekosistem dan kesehatan manusia yang tinggal di sekitarnya. Selain itu, limbah logam yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk dan serangga lainnya yang dapat menyebabkan penyakit.

Bahaya Limbah Styrofoam

Limbah styrofoam memiliki bahaya yang serius jika tidak dikelola dengan baik. Styrofoam tidak terurai secara alami dan akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terurai di lingkungan. Limbah styrofoam yang terbuangsembarangan dapat mencemari tanah dan air. Selain itu, saat styrofoam terurai, ia melepaskan zat kimia berbahaya yang dapat mencemari lingkungan dan mengganggu ekosistem.

Bahaya Baterai Terbuang Sembarangan

Baterai yang terbuang sembarangan dapat menyebabkan berbagai masalah lingkungan dan kesehatan. Bahan kimia beracun dalam baterai dapat merembes ke tanah dan air, mencemarinya dan mengganggu ekosistem alami. Selain itu, jika baterai terkena panas atau terluka, mereka dapat meledak dan menyebabkan kebakaran atau cedera pada manusia. Oleh karena itu, penting untuk membuang baterai yang tidak terpakai ke tempat pembuangan baterai yang aman dan mendaur ulang baterai yang dapat didaur ulang.

Pengelolaan Limbah Cat dan Pelarut

Untuk mengelola limbah cat dan pelarut dengan baik, penting untuk mengikuti petunjuk penggunaan dan penyimpanan pada kemasan. Jika memiliki limbah cat dan pelarut yang tidak terpakai, sebaiknya menghubungi pemerintah setempat atau penyedia jasa pengelolaan limbah berbahaya untuk informasi lebih lanjut mengenai cara pembuangan yang aman. Biasanya, terdapat fasilitas khusus yang menerima limbah berbahaya seperti cat dan pelarut untuk didaur ulang atau dimusnahkan dengan aman.

Limbah rumah tangga yang tidak terurai merupakan masalah serius yang dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia. Plastik, kaca, logam, baterai, barang elektronik, pakaian, kertas laminasi, styrofoam, cat dan pelarut, serta obat-obatan kadaluarsa termasuk dalam jenis limbah rumah tangga yang sulit terurai. Untuk mengurangi dampak negatifnya, penting bagi setiap individu untuk mengelola limbah rumah tangga dengan bijak, seperti dengan mendaur ulang, mengurangi penggunaan plastik, dan membuang limbah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan tindakan yang tepat, kita dapat menjaga kebersihan lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup kita serta generasi mendatang.

Kampus ITS, Opini – Berbeda dengan jenis limbah lainnya, limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) memerlukan penanganan khusus lantaran potensinya dalam mencemari lingkungan. Sayangnya, regulasi dan manajemen penanganan limbah B3 rumah tangga di Indonesia masih kurang optimal. Hal ini berbuntut pada meningkatnya kerusakan lingkungan.

Rumah tangga menjadi salah satu sumber penghasil limbah B3. Namun, tak banyak orang mengetahui bahwasanya beberapa produk rumah tangga dikategorikan sebagai limbah B3 apabila masa pakainya telah habis. Produk rumah tangga tersebut mengandung bahan kimia yang dapat saling bereaksi, seperti pada pemutih pakaian, pembersih lantai, kaleng bertekanan (aerosol), baterai, aki, lampu bekas, serta banyak produk lainnya.

Minimnya kesadaran masyarakat akan hal tersebut menyebabkan timbulan limbah B3 rumah tangga tercampur dengan limbah rumah tangga non B3. Sehingga, masyarakat mencampur kedua jenis limbah tersebut ketika akan dibuang. Akumulasi limbah B3 yang tercampur ini terus berlanjut dan berakhir menumpuk di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

Menurut Iswanto dkk dalam penelitiannya pada 2016 lalu di Kabupaten Sleman, setidaknya terdapat limbah B3 berupa 24,91 persen sampah elektronik, 18,08 persen lampu listrik bekas, dan 16,71 persen baterai bekas di antara sampah rumah tangga yang tertimbun di TPA Piyungan. Lagi-lagi, kurangnya kesadaran masyarakat untuk memisahkan limbah B3 dengan non B3 menyebabkan hal ini terjadi. Padahal, limbah B3 tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh manusia.

Adapun, kurangnya perhatian masyarakat terhadap limbah B3 rumah tangga diperparah dengan minimnya fasilitas pengolah limbah di Indonesia. Selain itu, kebanyakan fasilitas pengolah limbah B3 menerima limbah dari sektor industri saja. Padahal, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik menyebutkan bahwa penghasil limbah B3, baik individu maupun kolektif, bertanggung jawab menyetorkan limbahnya ke fasilitas pengolah limbah terdekat.

Lantas, bagaimana masyarakat dapat menyetorkan limbahnya?

Hal ini seolah menjadi pertanyaan yang tak kunjung terjawab bagi penanganan limbah B3 di Indonesia. Beberapa regulasi yang mengatur pengelolaan sampah spesifik dan limbah B3 seakan tak didukung di lapangan. Padahal, seharusnya isu ini menjadi masalah yang patut segera diselesaikan lantaran limbah B3 berdampak serius terhadap lingkungan.(*)

Ditulis oleh: Irwan Fitranto Departemen Teknik Lingkungan Angkatan 2020

Sampah rumah tangga merupakan jenis sampah yang paling dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Setiap hari, kita menghasilkan berbagai jenis sampah dari kegiatan di dapur, kamar mandi, ruang tamu, dan area lainnya di rumah. Mulai dari sisa makanan, bungkus plastik, botol kaca, hingga produk pembersih, semua menjadi bagian dari sampah rumah tangga yang harus kita kelola.

Namun, sering kali kita kurang menyadari betapa besar dampak sampah rumah tangga terhadap lingkungan dan kesehatan kita jika tidak dikelola dengan benar.

Pengelolaan Limbah Elektronik

Untuk mengelola limbah elektronik dengan baik, penting untuk mendaur ulang komponen elektronik yang dapat didaur ulang. Pemulihan bahan berharga dari limbah elektronik dapat dilakukan dengan memisahkan komponen elektronik berdasarkan jenis dan kemudian memprosesnya untuk mendapatkan kembali logam, plastik, dan bahan berharga lainnya. Selain mendaur ulang, pengelolaan limbah elektronik juga melibatkan penggunaan kembali barang elektronik yang masih berfungsi dengan baik, serta penyimpanan dan pembuangan yang aman untuk komponen elektronik yang tidak dapat didaur ulang.

Pakaian yang tidak terpakai juga termasuk dalam jenis limbah rumah tangga yang sulit terurai. Meskipun sebagian besar pakaian terbuat dari bahan alami seperti katun atau sutra, proses pembuatan pakaian menggunakan bahan kimia dan pewarna sintetis yang dapat mencemari lingkungan. Selain itu, jika pakaian dibuang ke tempat pembuangan akhir, akan membutuhkan waktu yang lama bagi mereka untuk terurai.